Rabu, 01 Februari 2012

Konser 'Hits' Rod Stewart


Jakarta - Dua jam, 20 lagu...rasanya singkat dan kurang. Begitulah, konser Rod Stewart di Jakarta Convention Center, Selasa (31/1/2012) malam begitu membuai sehingga lagu demi lagu seperti bergulir cepat, dan tiba-tiba sang superstar sudah sampai pada bagian pamitan.

Sesuai dengan tajuknya, 'The Greatest Hits Rod Stewart', konser malam itu mempersembahkan lagu-lagu yang paling populer dari penyanyi kelahiran Inggris tersebut. Dengan suara serak-kasar yang tiada duanya, si rambut landak itu menghipnotis lewat sebuah aksi panggung yang sungguh kaya. 

Dari segi musikalitas, Rod membentangkan dari musik pop romantis yang mendayu, rock n roll yang menghentak, country yang manis hingga blues yang penuh rasa. Sedangkan dari segi atraksi, panggung yang minimalis dihidupkan oleh Rod dan tiga cewek seksi backing vocal-nya dengan menari-nari dan melakukan berbagai gerakan kocak lainnya. Rod juga komunikatif, penuh humor dan santai. 

Rod membuka dengan 'Downtown Train' yang berirama sedang. Lalu, sejumlah lagu "basa-basi" lainnya untuk menghangatkan suasana, seperti 'Tonight's the Night (Gonna be Alright)' sebelum penonton mulai "ngeh" bahwa yang di atas panggung itu benar-benar Rod Stewart. Penonton mulai ikut menyanyi pada lagu 'First Cut is the Deepest' yang kemudian disambung dengan 'Baby Jane'. Lalu, muncullah lagu yang sudah pasti merupakan salah satu yang paling ditunggu, 'I Don't Wanna Talk About It'.

Rod menata alur konsernya dengan rapi. Ia menghilang ke balik panggung sebanyak 2 kali untuk berganti kostum, dari awalnya pink, ke ungu hingga berakhir batik biru. Semuanya jas, yang membungkus rapi kemejanya. Pergantian kostum itu juga sekaligus sebagai jeda untuk pergantian "tema". Pada bagian kedua, formasi band berubah menjadi set akustik lengkap dengan biola dan cello, untuk mengumandangkan 'Have I Told You Lately' yang legendaris itu.

Pada sesi akustik, Rod juga membawakan lagu 'Reason to Believe' dari tahun 1971, yang pernah dinyanyikan ulang oleh Wilson Phillips pada akhir dekade 80-an. Pada bagian ketiga, Rod kembali menggoyang panggung dengan formasi band, lengkap dengan saksofon dan trompet, menggemakan kembali rock n roll dan blues. 

Ada bagian ketika bola-bola plastik yang ringan bermunculan dari balik panggung, dan Rod menendanginya ke segala penjuru untuk diperebutkan penonton. Ia seperti ketika usianya masih awal 30-an di era 1970 yang energik, tampan, pirang dan rapi. Lahir di London, 1945, penyanyi bernama asli Roderick David Stewart itu dulunya dikenal piawai mensukseskan lagu-lagu yang sebelumnya kurang terkenal ketika dibawakan penyanyi lain.

Pada 1975 misalnya, ia membawakan kembali 'Sailing' yang 3 tahun sebelumnya nyaris tak dikenal ketika dinyanyikan oleh Sutherland Brother. Tak hanya mendunia, lagu yang dikemas di album 'Atlantic Crossing' itu sekaligus menandai hijrahnya Rod ke Amerika Serikat. Generasi sekarang mungkin memang agak terputus dengan lagu-lagu Rod era itu. Namun, pada dekade 2000 Rod mencoba menyentuh anak-anak muda lewat album seri 'The Great American Song Book'.

Seperti mudah ditebak, 'Sailing' menjadi lagu bonus malam itu, yang dibawakan setelah penonton berteriak "more, more". Dan, saat lagu itu menggema, sebagian penonton merangsek ke depan untuk mengabadikan momen itu dengan BB atau iPhone mereka. Ya, mereka adalah generasi yang rata-rata lahir dari era 40-an hingga 70-an. Dengan harga tiket yang (apa masih perlu kata 'relatif'?) mahal (termahal Rp 15 juta dan 'termurah' Rp 1,5 juta), Plenary Hall tetap terasa penuh sesak.

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons